Beberapa hari kemarin, warga STIT Al-Ibrohimy digemparkan dengan tanggapan BEM yang menjustifikasi Lembaga Pers Mahasiswa STITAL. Berbagai lontaran represif ditujuan kepada LPM. Hingga mengancam membekukan hingga mematikan LPM berdasarkan UUPM nomor 02 Tahun 2022 tentang UKM bab 1 pasal 1 ayat 2 dalam alinea ketiga (poin C). Namun, validkah UUPM tersebut? Ataukah ini kesalahan perspektif BEM?

Berdasarkan regulasi UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 bila terdapat dengan sengketa Pers dapat diselesaikan dengan menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Hak jawab dilakukan bagi pihak terkait untuk menyanggah atau pembelsage wasserfilter alternative pinturas en lienzo faciles tidal piano g2 dsquared giacca donna colliers chien pour la peau sensible chaussure trail asics zapatos colegiales varon magische mehrzweck klebeband תחתונים גוגל תרגם amazon zapatos bebe niña proyector philco 1000 lumens opiniones store bateau 120×180 bikinis easy wear el corte ingles rennrad chrom converse wide feetaan atas informasi atau berita yang telah dipublikasi di media, sedangkan hak koreksi merupakan hak yang diberikan kepada terkait untuk mengkoreksi sebuah berita yang mengandung kesalahan dalam kepenulisan. Hal ini sebagai bentuk Pers menghargai hak asasi setiap orang dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan perannya.

Maka, dengan hak tersebut BEM memberikan hak jawab terkait informasi yang telah dipublikasi oleh media LPM sebelumnya. Namun sayangnya, bukan memberikan tanggapan kepada si penulis opini, seorang Presiden Mahasiswa justru memberikan berbagai pernyataan yang luput dan perlu diluruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman pada masyarakat kampus tentang kedudukan LPM dalam sebuah miniatur negara.

Dalam Anggaran Dasar LPM Mental STITAL dijelaskan bahwa Lembaga Pers Mahasiswa merupakan organisasi otonom yang berada di bawah naungan Rektorat STIT AL-Ibrohimy. Bukan BEM.

Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan dari pembina LPM Mental bahwa LPM adalah organisasi mandiri dari struktural organisasi mahasiswa. Meskipun begitu BEM tetaplah yang tertinggi seperti halnya Presiden dalam sebuah negara. Dan Pers tetap dilindungi haknya dalam mengkritisi presidennya.

Beliau juga menambahkan bahwa LPM dan BEM adalah entitas terpisah dengan peran dan fungsi yang berbeda di lingkungan kampus.

Dengan penyataan diatas, jelas sangat bertolak belakang dengan apa yang telah disampaikan oleh BEM.Untuk itu, seharusnya DPM merevisi UU yang dimaksud oleh BEM itu. DPM harus bertanggung jawab atas gagal paham BEM tentang LPM.

Sangat disayangkan sekali, narasi ini disampaikan oleh seorang Presiden mahasiswa. Karena beliau sebagai seseorang memiliki hak jawab harusnya lebih fokus dalam menanggapi opini dari penulis sebelumnya. Bukan malah menyalahkan kinerja LPM dan kedudukannya dalam sebuah ‘miniatur negara’.

Justifikasi BEM itu merupakan kesesatan berpikir jenis argumentun ad Hominem dalam bentuk Tu quoque, yakni “serangan kepada seseorang atau yang mewadahi pernyataan karena dianggap tidak menjalankan pernyataannya sendiri”.

Terdapat adagium yang populer tentang hal ini, . انظر ما قيل ولا تنظر من قال “lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang berkata”.
Seharusnya BEM menyadari kritikan dari mahasiswa sebagai bentuk motivasi dan perubahan diri. Bukan malah menjustifikasi, atau malah menyalahkan pihak pemberi informasi. Ini tindakan anak kecil, yang ‘baperan’.

Maka dari itu, seharusnya BEM lebih bijak dalam menanggapi opini dari masyarakatnya.
Dan DPM harus bertanggung Jawab atas kelalaiannya ini !!!

Penulis: Misnin Anin (Anggota LPM Mental)
Editor: M. Hadiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *